Plt Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ruandha Agung Sugardiman (Ist) |
Medan, Sumol - Konsistensi penyerapan karbon pada areal berstatus hutan tanaman industri (HTI) menjadi hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan atau korporat selaku pengelola. Konsistensi tersebut menjadi salah satu bentuk kontribusi dari perusahaan untuk ikut berkontribusi mendukung FOLU Net Sinks 2030.
Demikian disampaikan Plt Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ruandha Agung Sugardiman, terkait keberadaan perusahaan pengelola konsesi hutan tanaman industri seperti Toba Pulp Lestari (TPL) maupun perusahaan sejenis lainnya di Indonesia.
“Di TPL itu pada saat menanam pohon, grafik serapan karbon naik, ketika ditebang turun. Grafiknya seperti gergaji, tapi kalau jumlah seluruhnya jadi di areal mereka itu stok karbonnya tetap mereka, asal mereka sesuai dengan Rencana Kerja Usaha dan Rencana Kerja Tahunan-Hutan Tanaman (RKU-HT), bisa menjaga naik turunnya ini sesuai dimana mereka tebang dan tanam, stok karnon di aeral itu tetap,” katanya kepada wartawan usai memberikan kuliah umum pada Lokakarya Nasional ‘Implementasi Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka Guna Mencapai Indonesia’S FOLU Net Sink 2030’ di Auditorium Universitas Sumatera Utara, Jumat (16/06/2023).
Ruandha menjelaskan, FOLU Net Sink 2030 merupakan sebuah kondisi yang ingin dicapai melalui aksi mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan lahan dengan kondisi, dimana tingkat serapan sudah lebih tinggi dari tingkat emisi pada tahun 2030. Kebijakan ini lahir sebagai bentuk keseriusan Indonesia dalam rangka mengurangi emisi GRK serta mengendalikan perubahan iklim yang terjadi beserta dampaknya. “Sektor kehutanan memiliki porsi terbesar dalam target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 60 persen. Karena itu, mempertahankan tutupan hutan menjadi hal yang harus dilakukan,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur PT TPL, Anwar Lawden mengatakan pihaknya ikut mengambil bagian dalam kegiatan loka karya tersebut. Hal ini menjadi salah satu bentuk dukungan mereka terhadap capaian FOLU Net Sink 2030.Dari sisi operasional, modernisasi pembibitan (nursery) menjadi hal yang terus mereka lakukan untuk memastikan masa periode penanaman dan panen tanaman industri mereka tidak akan mengganggu konsistensi serapan karbon di wilayah konsesi.
“Kita hadir disini kita akan memberikan sharing knowledge. Implementasi dari nursery modern dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan lingkungan,” katanya didampingi Manager Government Relation Norma Hutajulu dan Manager Media Relation Dedy Armaya.
Anwar menambahkan, pihaknya senantiasa terbuka untuk berdiskusi terkait pengelolaan hutan tanaman industri. Tidak hanya untuk memastikan keberlangsungan lingkungan hidup dalam mendukung FOLU Net Sink 2030, namun juga terkait operasional perusahaan dalam berkontribusi terhadap perekonomian masyarakat.
“Kita terbuka untuk berdiskusi. Kita akan menyampaikan hal-hal yang dilakukan perusahaan, agar FOLU Net Sink 2030 tercapai, dan kita juga terbuka berdiskusi sehingga perusahaan dapat lebih mengembangkan lagi operasional yang sejalan dengan semangat menjaga keberlangsungan lingkungan,” pungkasnya. (Rel)
Demikian disampaikan Plt Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ruandha Agung Sugardiman, terkait keberadaan perusahaan pengelola konsesi hutan tanaman industri seperti Toba Pulp Lestari (TPL) maupun perusahaan sejenis lainnya di Indonesia.
“Di TPL itu pada saat menanam pohon, grafik serapan karbon naik, ketika ditebang turun. Grafiknya seperti gergaji, tapi kalau jumlah seluruhnya jadi di areal mereka itu stok karbonnya tetap mereka, asal mereka sesuai dengan Rencana Kerja Usaha dan Rencana Kerja Tahunan-Hutan Tanaman (RKU-HT), bisa menjaga naik turunnya ini sesuai dimana mereka tebang dan tanam, stok karnon di aeral itu tetap,” katanya kepada wartawan usai memberikan kuliah umum pada Lokakarya Nasional ‘Implementasi Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka Guna Mencapai Indonesia’S FOLU Net Sink 2030’ di Auditorium Universitas Sumatera Utara, Jumat (16/06/2023).
Ruandha menjelaskan, FOLU Net Sink 2030 merupakan sebuah kondisi yang ingin dicapai melalui aksi mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan lahan dengan kondisi, dimana tingkat serapan sudah lebih tinggi dari tingkat emisi pada tahun 2030. Kebijakan ini lahir sebagai bentuk keseriusan Indonesia dalam rangka mengurangi emisi GRK serta mengendalikan perubahan iklim yang terjadi beserta dampaknya. “Sektor kehutanan memiliki porsi terbesar dalam target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 60 persen. Karena itu, mempertahankan tutupan hutan menjadi hal yang harus dilakukan,” ungkapnya.
Direktur PT TPL, Anwar Lawden (Ist)
“Kita hadir disini kita akan memberikan sharing knowledge. Implementasi dari nursery modern dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan lingkungan,” katanya didampingi Manager Government Relation Norma Hutajulu dan Manager Media Relation Dedy Armaya.
Anwar menambahkan, pihaknya senantiasa terbuka untuk berdiskusi terkait pengelolaan hutan tanaman industri. Tidak hanya untuk memastikan keberlangsungan lingkungan hidup dalam mendukung FOLU Net Sink 2030, namun juga terkait operasional perusahaan dalam berkontribusi terhadap perekonomian masyarakat.
“Kita terbuka untuk berdiskusi. Kita akan menyampaikan hal-hal yang dilakukan perusahaan, agar FOLU Net Sink 2030 tercapai, dan kita juga terbuka berdiskusi sehingga perusahaan dapat lebih mengembangkan lagi operasional yang sejalan dengan semangat menjaga keberlangsungan lingkungan,” pungkasnya. (Rel)