Medan, SumutOnline- Serasa tak ada keadilan bagi dirinya Begitulah mungkin yang dirasakan Malini (37), seorang penjual kain warga Jalan Karya Sehati No.1 Kelurahan Anggrung, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan.
Hukum yang sejatinya memberikan rasa keadilan, manfaat dan kepastian hukum bagi Masyarakat begitu sulit didapat oleh Malini dan keluarga saat berpekara dihadapan hukum dalam wilayah hukum Polrestabes Medan.
Malini merupakan korban kekerasan yang dilakukan oleh tersangka W (40) dan Y (60) masing-masing merupakan warga Jalan Polonia Gg. C Kec. Medan Polonia atas dugaan kekerasaan secara bersama-sama yang kasusnya tengah ditangani oleh satuan Reserse Kriminal Polrestabes Medan dengan Laporan Polisi Nomor : STTLP/ 1935/K/IX/ 2018/ SPKT tanggal 6 September 2018.
Namun tidak sesuai dengan yang diharapkan malini, pasalnya sudah hampir empat bulan kasusnya berjalan, namun tidak juga ada kejelasan, padahal W dan Y sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik. Namun hingga Kamis 13 Desember 2018 kasus Malini serasa jalan ditempat. Dugaan kuat muncul oleh Malini, lantaran semenjak penerbitan Surat Pemberitahuan Hasil Penyelidikan (SP2HP) terakhir tertanggal 22 November 2018 lalu, hingga saat ini Kamis (13/12) tidak pernah diberikan lagi oleh penyidik.
Padahal Malini sudah memohonkannya berulang kali bahkan sudah dua kali menyurati penyidik perihal SP2HP untuk pemeriksaan yang terakhir, namun penyidik tidak memberikannya juga dengan berbagai alasan.
Merupakan hak Malini untuk mengetahui perkembangan proses penyidikan yang sedang berlangsung, maka berdasarkan Peraturan Kapolri (Perkap) pihak pelapor/korban dapat mengajukan permohonan untuk dapat diberikan SP2HP kepada pihak kepolisian terkait. Sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf a Perkap No. 21 Tahun 2011 juncto Pasal 12 huruf c Perkap No. 16 tahun 2010.
Pasal 12 huruf c Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menyebutkan bahwa SP2HP merupakan informasi publik yang merupakan hak dari pihak pelapor.
Pasal 11 ayat (1) huruf a Peraturan Kapolri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Sistem Informasi Penyidikan yang menyebutkan bahwa penyampaian informasi penyidikan yang dilakukan melalui surat, diberikan dalam bentuk SP2HP kepada pelapor/pengadu atau keluarga.
Kemudian, Kamis (13/12/18) Malini bersama keluarga mendatangi kantor Kejaksaan Negeri Medan dan memonitor langsung kasusnya terkait perkataan penyidik yang hendak melimpahkan berkasnya ke Jaksa Penuntut Umum November lalu.
Namun, pihak Kejaksaan saat dikonfirmasi tidak mengetahui perihal kasus Malini, mengingat pihak penyidik belum menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Jaksa.
Padahal Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Majelis Hakim atas permohonan uji perkara Nomor 130/PUU-XIII/2015 sudah menetapkan waktu tujuh hari untuk penyidik menyerahkan SPDP ke Jaksa Penuntut Umum. Tujuh hari dinilai MK cukup bagi penyidik untuk mempersiapkan SPDP.
Tertundanya pengiriman SPDP dari penyidik kepada Jaksa Penuntut umum sangat berimplikasi kepada pelapor dan terlapor, bukan saja menimbulkan ketidakpastian hukum, tapi juga merugikan hak Konstitusional korban dan terlapor.
Sebab, penyampaian SPDP kepada Jaksa Penuntut Umum merupakan kewajiban penyidik untuk menyampaikannya sejak dimulainya proses penyidikan, sehingga proses penyidikan tersebut berada dalam pengendalian dan pemantauan penuntut umum.
Namun nyatanya, kasus Malini sudah berjalan hampir empat bulan, namun SPDP saja belum diterbitkan oleh penyidik? ini merupakan sebuah preseden buruk bagi Kepolisian dan penegakan hukum di indonesia.
Bagaimana ini bisa terjadi? ada seorang tersangka, namun Jaksa tidak tahu ? apakah ini murni Human Error atau mungkin ada hal lain yang sengaja ditutup-tutupi karena dalam kasus ini. tersangka juga sudah ditangguhkan penahanannya oleh Polisi, Yang pasti Malini adalah korban dan kini menjadi korban lagi dari prosedur hukum.
Mengatahui SPDP kasusnya belum diterbitkan di Kejaksaan, Malini lantas kembali ke Polrestabes Medan pada saat itu juga, dan memprotes tindakan penyidik yang dinilai lamban dalam menangani kasusnya.
Atas protes keras yang dilakukan Malini di Mapolrestabes Medan Kamis (13/12) lalu yang sempat juga menimbulkan keributan, akhirnya penyidik mengirimkan SPDP kasusnya ke Jaksa Penuntut Umum setelah keributan mulai mereda, namun terlihat oleh Malini, bahwa SPDP yang dikirim penyidik tertanggal Oktober lalu. Ada apa ini ??.
Kasat Reskrim AKBP Putu Yuda saat dikonfirmasi Kamis. (13/12) dan baru menjawab pertanyaan wartawan, Minggu (16/18). Mengatakan perkaranya akan tetap diproses demi kepastian hukum para pihak.
“Perkaranya akan terus kami proses untuk memberikan kepastian hukum kepada kedua belah pihak”, tutup Kasat Reskrim. (/ndra)