Jakarta, SumutOnline-Enam orang hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa malam (28/8/2018) digelandang ke Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan tiba Rabu, (29/8/2018) dini hari.
Mereka yang diboyong Ketua PN Medan, Marsudin Nainggolan, Wakil Ketua PN Medan Prasetyo Wibowo, dua hakim yakni, Sontan Marauke dan Merry Purba dan dua panitera Oloan Sirait dan Elfanti serta pengusaha Tamin Sukardi bersama rekannya .
Iring-iringan empat mobil yang membawa meraka tiba di Gedung KPK sekira pukul 00:00 wib. Seluruh terperiksa OTT termasuk Tamin Sukardi yang berjalan dengan kaki pincang menolak memberikan komentar apapun.
Setelah Tamin, beberapa waktu kemudian tiga pihak lain datang ke gedung KPK. Namun, mereka tidak diturunkan di depan lobby gedung KPK. Melainkan melewati gerbang belakang lembaga antikorupsi. Tampak juga sekitar tiga mobil yang keluar meninggalkan gedung KPK.
"Ada sejumlah hal yang perlu diverifikasi lagi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Diketahui, Tamin ialah seorang narapidana divonis dan dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sehari sebelum Operasi Tangkap Tangan. Dia telah menjual tanah yang belum dihapus dari aset negara dengan nilai lebih dari Rp 132 miliar dan dijatuhi hukuman 6 tahun penjara.
Sebelumnya, KPK menggelar OTT terhadap delapan orang di Medan Selasa pagi (28/8/2018). KPK menangkap Marsudin, Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo, hakim Sontan Meraoke Sinaga, hakim adhoc Merry Purba, panitera Elpandi dan Oloan Sirait.
Penangkapan ini diduga berkaitan erat dengan putusan kasus tipikor Tamin Sukardi yang dibacakan dalam persidangan peradilan tipikor Senin, (27/8/2018). Dalam putusan itu, Ketua majelis hakim Wahyu Prasetyo Wibowo dan hakim anggota I, Sontan Merauke Sinaga, menyatakan Tamin terbukti melakukan perbuatan yang diatur dan diancam dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana sesuai dakwaan primair.
Sementara hakim anggota II, Merry Purba berpendapat dakwaan tidak terbukti. Salah satu alasannya, objek yang dijual Tamin bukan lagi milik negara karena sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Dua hakim lain berpandangan aset itu masih milik negara karena belum dihapusbukukan.
Majelis memutuskan dengan suara terbanyak dan Tamin dinyatakan terbukti bersalah. "Menyatakan terdakwa Tamin Sukardi tersebut di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sesuai dakwaan primair. Dua, menjatuhkan hukuman kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun," kata Wahyu.
Selain hukuman penjara, Tamin Sukardi juga didenda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara Rp 132.468.197.742. Jika uang pengganti tidak dibayar dalam waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita dan dilelang. Seandainya hasil lelang tidak mencukupi untuk membayar kerugian negara, maka dia harus menjalani pidana penjara tambahan selama 2 tahun.
Meski Tamin dinyatakan bersalah, hak penguasaan lahan yang dijual Tamin tidak disita negara. Tanah seluas 20 hektare dan 32 hektare di Pasar IV Helvetia, Labuhan Deli, Deli Serdang (bagian dari 126 hektare yang awalnya dikuasai PT Erni Putra Terari) hak penguasaannya diserahkan pada PT Erni Putra Terari. Perusahaan ini yang digunakan Tamin untuk menjual 106 hektare lahan ke PT Agung Cemara Reality.
Sementara hak penguasaan 74 hektare di Pasar IV Desa Helvetia, yang juga bagian dari 126 hektare yang awalnya dikuasai PT Erni Putra Terari kemudian dialihkan ke PT Agung Cemara Reality tetap dalam penguasaan PT Agung Cemara Realty sebesar Rp 236.250.000.000. (yp)