CUKUP BANYAK makam-makam tua di Indonesia yang unik, bahkan menjadi tempat yang wajib dikunjungi traveler. Begitu juga di Sumatera Utara. Makam Raja Sidabutar di Tomok misalnya. Atau Makam Mahligai dan Papan Tinggi di Tapanuli Tengah. Bahkan di kota Medan, terdapat banyak sekali makam-makam tua yang bernilai sejarah, justru nyaris kehilangan identitas. Nah, salah satu makam unik yang saya sambangi adalah Makam Tengku Lau Bahun, ulama keturunan Aceh yang dikabarkan menjadi salah satu ulama penyebar agama Islam di Kabupaten Karo. Apa uniknya? Jika anda kebetulan berjalan-jalan ke Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo yang juga dikenal sebagai desa wisata, mampirlah ke Makam Tengku Lau Bahun. Lokasinya sekitar 4 kilometer dari pusat Desa Lingga. Anda akan mudah menemukannya, karena Makam ini menjadi makam istimewa bagi masyarakat Desa Lingga. Posisinya berada di tengah ladang warga. Meski ada pintu pagar kayu, tapi sepertinya tidak ada tanda larangan untuk masuk ke ladang yang harus dilewati. Hanya sekitar 100 meter dari jalan ladang yang besar, kita akan berjalan di jalan ladang setapak. Tapi jalan ini sungguh rapi. Di sisi jalan, sengaja ditanam bunga kumis kucing sebagai pagar pembatas antara satu kebun ke kebun yang lain. Dari pintu pagar kayu, kita sudah melihat jelas sebuah pohon beringin besar yang terlihat berbeda di tengah-tengah ladang. Menjulang diantara tanaman-tanaman ladang milik warga. Suasananya pun terasa berbeda. Tenang dan teduh. Legenda Tengku Lau Bahun Saya bahkan tidak tahu perasaan apa yang saya rasakan ketika tiba di tempat ini. Sebuah pohon beringin berdiri kokoh dengan benalu yang tumbuh sempurna di batangnya. Terlihat sebuah pondok ditutupi kain putih di bawahnya. Ada bendera putih di empat sudut tempat. Subhanallah, aura ketenangan dan keteduhan semakin kental. Makam ini benar-benar dilindungi akar beringin. Akar beringin dengan ukuran besar merangkul erat sekitar batu-batu tua, dari makam hingga sekelilingnya. Akar beringin seakan menghimpit jejaknya di bumi dan mencengkram keras seolah tak ingin ada satupun bencana bisa merusak makam ini. Lumut-lumut meranggas hampir ke seluruh akar dan tanah di sekeliling makam, padahal lokasi ini terpapar matahari. Ini pemandangan luar biasa bagi saya. Tepat di atas makam, batang beringin berukuran besar melintang dan membiarkan benalu ukuran besar tumbuh dengan sempurna. Beberapa pohon benalu bahkan sedang berbunga. Indah ! Saya membuka kain putih yang menutupi makam. Tidak ada nama yang tertera. Tapi melihat bentuk batu nisannya dengan kepala bulat, sudah pasti makam ini usianya sudah ratusan tahun. Terlihat puluhan batu tua berada di atas makam. “Ini sepengetahuan kami makam Tengku Lau Bahun, keturunan Aceh. Dari dulu sudah dihormati makam ini, dari nenek-nenek saya. Saya agama Kristen, tapi sering kami datang ke tempat ini, apalagi kalau waktu mau bertanam. Lumut-lumut ini diambil karena nenek kami percaya, bisa menyuburkan tanah dan membuat panen berhasil,”kata Katarina Sinulingga (53), warga Kabanjahe, Kabupaten Karo yang juga tengah berkunjung ke makam ini. Tak ada satupun catatan yang bisa ditemukan untuk nama asli Tengku Lau Bahun. Dinamakan Lau Bahun, karena dulunya makam ini terletak di tepi sungai Lau Bahun. Tapi, posisinya sekarang ini sudah jauh karena factor alam. Meski nama aslinya tak diketahui, tapi di makam ini selalu dilakukan upacara pembersihan dengan gendang Karo sebagai bentuk penghormatan. Biasanya dilakukan juga upacara ritual dengan memotong kambing putih dan dimakan bersama-sama pada musim kemarau. Tak heran, jika makam ini terjaga. “Kalau cerita nenek-nenek kami ya, Tengku ini dulu ahli dalam ilmu pengobatan dan suka menolong orang sakit. Kalau zaman sekarang kita bilang dukun. Kalau dulu orang pintar, bisa mengobati orang dan mengajari penduduk bercocok tanam yang berbeda. Muridnya makin banyak dan menyebar kemana-mana. Tapi kan ada juga yang nggak suka, beliau mati dibunuh,”tambah Katarina. Kematian Tengku Lau Bahun, menurut legenda warga Lingga, membuat padi yang terdapat di desa Lingga menjadi rusak, berwarna kemerah-merahan dan tidak berisi. Murid-muridnya lalu membawa jenazah Tengku Lau Bahun dan memakamkannya dekat sungai Lau Bahun. Sejumlah pengajaran Tengku Lau Bahun masih dilakukan warga, seperti menggunakan tepung tawar untuk mengusir hama tanaman. Bahkan karena dianggap makam seorang sakti, lumut-lumut di sekitar makam dipercaya bisa membuat padi mereka tumbuh sempurna. Subhanallah. Sayapun berdoa dengan penuh ketulusan, memohon kepada Allah menempatkan para pendahulu yang menyampaikan kebenaran di Surga yang dijanjikan. Saya juga berharap, umat Islam di Sumatera Utara menyadari betapa sulitnya ulama-ulama terdahulu menyampaikan ajaran Islam bahkan hingga berujung kematian. Makam-makam ulama ini harus dijaga. Tidak hanya sebagai bukti sejarah, tetapi juga sebagai pengingat untuk anak cucu kita, bahwa orang-orang hebat berjuang atas kebenaran dengan penuh pengorbanan. (Laporan : Yose Piliang)